Lin G |
Artikel
ini saya tulis ketika habis naik lin (baca: angkot) di Jember. Detik-detik
terakhir berada di jember jadi pengen nulis tentang sesuatunya Jember nih. Yap,
lin. Saya gak tahu persis sih lin itu dari kata apa mungkin mengacu pada Line karena nama lin diikuti huruf
penanda jalur lin. Jadi contohnya lin D, maksudnya mungkin Jalur D, yang
beroperasi di daerah kampus-Tawang Alun.
Beberapa
waktu yang lalu, ongkos lin mengalami kenaikan lagi termasuk yang berada di
Jember. Patokan resminya seharusnya mungkin naik menjadi Rp. 3000,- karena
awalnya harga resmi yang ditetapkan adalah Rp. 2500,-. Akan tetapi, ongkos lin
ini sebelum naik saja sudah menjadi tiga ribu rupiah. Para sopir lin menaikkan
ongkos mungkin bisa dikatakan secara ilegal, ya. Dan para sopir lin di Jember
ini tidak setertib di daerah-daerah lain mungkin ya. Maksudnya tertib dalam hal
menarik ongkos para penumpang karena di Malang, ongkos lin tetap mengikuti
aturan yang awalnya Rp. 2500,- kini naik menjadi Rp. 3000,- sedangkan di Jember
ongkos lin sudah mencapai Rp. 4000,-. Yah, memang sekarang ini penumpang lin
mulai sepi, para mahasiswa, siswa sekolah sudah banyak yang membawa kendaraan
pribadi, jadi pendapatan para sopir lin ini juga berkurang. Tapi kenaikan
ongkos lin ini tetep aja terlalu banyak buat saya yang gak bawa motor dan
mengandalkan lin kalau mau kemana-mana.
Dampak
yang dirasakan dari kenaikan harga lin yang melonjak tajam ini juga banyak
dirasakan para pengguna lin yang memang menggantungkan transportasi umum dalam
kota Jember. Dampak-dampak kenaikan ongkos lin antara lain: tentu saja menguras
kantong, walaupun tidak sampai berpuluh-puluh ribu tetapi kenaikan ini
mengurangi uang jajan loh. Yang kedua adalah uang kembalian yang tidak ada,
jika kita membayar dengan uang lima ribu atau sepuluh ribu pasti membutuhkan
seribuan kan, nah uang seribu rupiah ini kadang-kadang jadi jarang ada di
peredaran. Yang ketiga, menguras banyak waktu, kok bisa? Bisa kok, kita lihat
nih, pembahasan berikut ini.
Dampak
pertama yang dirasakan oleh pengguna lin yang sangat bergantung pada lin adalah
menguras kantong. Ini sudah jelas kan, kalau seumpama saya mau pergi ke Jl.
Karimata turun di Prosalina bolak-balik sudah Rp. 8000,-. Kebetulan kosan saya
ada di Jl. Kalimantan. Ya, kalau jalan kaki pasti capek mana Jember panas
banget, tapi kan jarak dari Jl. Kalimantan ke Prosalina itu gak seberapa jauh
juga, tapi udah hampir sepuluh ribu aja tuh. Belum lagi kalau harus naik lebih dari satu lin yang beda jurusan pasti
lebih mahal banget kan. Jadi untuk saat ini, karena saya juga masih mahasiswa
dan belum kerja, kalau mau kemana-mana dan tidak seberapa penting mending cari
tebengan deh.
Yang
kedua ini adalah berdasarkan pengalaman saya kawan. Peredaran uang seribu
sekarang sudah mulai tergantikan dengan uang pecahan dua ribu-an. Nah, jadi
tambah susah deh tuh ngasih kembalian penumpang lin. Para sopir ini gak mau
usaha gimana gitu dan juga gak mau rugi. Jadi ya lagi-lagi penumpang dirugikan
deh. Waktu itu saya baru aja sampai Jember dan akan melanjutkan perjalanan
menggunakan lin menuju kosan, saya membayar lin dengan pecahan lima ribu-an. Dan
sialnya, saya tidak punya uang ribuan lagi itu satu-satunya uang dengan pecahan
kecil dan saya tidak punya uang seribu-an tentunya. Setelah saya bayar pak
sopir menanyakan apakah saya mempunyai uang seribu, saya jawab enggak, terus
penumpang lain juga tidak punya. Alhasil, saya langsung ditinggal begitu saja.
Pak sopir tersebut tidak mengatakan apa-apa dan hanya tersenyum sambil tancap
gas. Saya jadi melongo tuh, apa maksudnya kayak gitu? Sialan, akhirnya ya sudah
lah semoga uang seribu saya bermanfaat buat pak sopirnya. Dan itu memberikan
pelajaran buat saya untuk selalu mebawa uang seribu rupiah di dompet jika
sewaktu-waktu saya tidak mempunyai uang
pas empat ribu rupiah, saya sudah punya senjata saya, uang seribu.
Yang
ketiga adalah, menguras waktu, kenapa? Ongkos lin yang melonjak mengakibatkan
penumpang mulai berhemat nih, jadi para pengguna lin semakin jarang lagi.
Alhasil sopir lin bisanya menunggu lama sekali agar penumpangnya yah paling gak
setengah penuh. Kalaupun gak menunggu penumpang sudah hampir bisa ditebak
kawan, mereka menjalankan lin dengan kecepatan 02, alias supeeerrr lambat. Gak kebayang
deh kalau harus buru-buru karena telat bangun tidur terus berangkat kerja, atau
kuliah harus naik lin, pasti deh telat. Jadi kesimpulannya, naik lin sekarang
ini gak bisa dibuat buru-buru, kita harus punya manajemen waktu yang pas agar
sampai ke tempat tujuan tepat waktu.
Nah
itu tadi, tentang lin dan ongkosnya. Semoga temen-temen yang kuliah nih bisa
menyiasati juga yah kalau naik lin, buat mbak-mbak, mas-mas, ibu- ibu,
bapak-bapak pengguna lin untuk berangkat kerja juga harus mempersiapkan yang
diperlukan agar gak terlambat gara-gara naik lin yah.
Thursday,
October 31, 2013
By: Nyit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar