Catatan Harian Seorang Aku

Kamis, 31 Oktober 2013

SEPUTAR ANGKOT DAN ONGKOSNYA


Lin G

Artikel ini saya tulis ketika habis naik lin (baca: angkot) di Jember. Detik-detik terakhir berada di jember jadi pengen nulis tentang sesuatunya Jember nih. Yap, lin. Saya gak tahu persis sih lin itu dari kata apa mungkin mengacu pada Line karena nama lin diikuti huruf penanda jalur lin. Jadi contohnya lin D, maksudnya mungkin Jalur D, yang beroperasi di daerah kampus-Tawang Alun.
Beberapa waktu yang lalu, ongkos lin mengalami kenaikan lagi termasuk yang berada di Jember. Patokan resminya seharusnya mungkin naik menjadi Rp. 3000,- karena awalnya harga resmi yang ditetapkan adalah Rp. 2500,-. Akan tetapi, ongkos lin ini sebelum naik saja sudah menjadi tiga ribu rupiah. Para sopir lin menaikkan ongkos mungkin bisa dikatakan secara ilegal, ya. Dan para sopir lin di Jember ini tidak setertib di daerah-daerah lain mungkin ya. Maksudnya tertib dalam hal menarik ongkos para penumpang karena di Malang, ongkos lin tetap mengikuti aturan yang awalnya Rp. 2500,- kini naik menjadi Rp. 3000,- sedangkan di Jember ongkos lin sudah mencapai Rp. 4000,-. Yah, memang sekarang ini penumpang lin mulai sepi, para mahasiswa, siswa sekolah sudah banyak yang membawa kendaraan pribadi, jadi pendapatan para sopir lin ini juga berkurang. Tapi kenaikan ongkos lin ini tetep aja terlalu banyak buat saya yang gak bawa motor dan mengandalkan lin kalau mau kemana-mana.
Dampak yang dirasakan dari kenaikan harga lin yang melonjak tajam ini juga banyak dirasakan para pengguna lin yang memang menggantungkan transportasi umum dalam kota Jember. Dampak-dampak kenaikan ongkos lin antara lain: tentu saja menguras kantong, walaupun tidak sampai berpuluh-puluh ribu tetapi kenaikan ini mengurangi uang jajan loh. Yang kedua adalah uang kembalian yang tidak ada, jika kita membayar dengan uang lima ribu atau sepuluh ribu pasti membutuhkan seribuan kan, nah uang seribu rupiah ini kadang-kadang jadi jarang ada di peredaran. Yang ketiga, menguras banyak waktu, kok bisa? Bisa kok, kita lihat nih, pembahasan berikut ini.
Dampak pertama yang dirasakan oleh pengguna lin yang sangat bergantung pada lin adalah menguras kantong. Ini sudah jelas kan, kalau seumpama saya mau pergi ke Jl. Karimata turun di Prosalina bolak-balik sudah Rp. 8000,-. Kebetulan kosan saya ada di Jl. Kalimantan. Ya, kalau jalan kaki pasti capek mana Jember panas banget, tapi kan jarak dari Jl. Kalimantan ke Prosalina itu gak seberapa jauh juga, tapi udah hampir sepuluh ribu aja tuh. Belum lagi kalau harus naik  lebih dari satu lin yang beda jurusan pasti lebih mahal banget kan. Jadi untuk saat ini, karena saya juga masih mahasiswa dan belum kerja, kalau mau kemana-mana dan tidak seberapa penting mending cari tebengan deh.
Yang kedua ini adalah berdasarkan pengalaman saya kawan. Peredaran uang seribu sekarang sudah mulai tergantikan dengan uang pecahan dua ribu-an. Nah, jadi tambah susah deh tuh ngasih kembalian penumpang lin. Para sopir ini gak mau usaha gimana gitu dan juga gak mau rugi. Jadi ya lagi-lagi penumpang dirugikan deh. Waktu itu saya baru aja sampai Jember dan akan melanjutkan perjalanan menggunakan lin menuju kosan, saya membayar lin dengan pecahan lima ribu-an. Dan sialnya, saya tidak punya uang ribuan lagi itu satu-satunya uang dengan pecahan kecil dan saya tidak punya uang seribu-an tentunya. Setelah saya bayar pak sopir menanyakan apakah saya mempunyai uang seribu, saya jawab enggak, terus penumpang lain juga tidak punya. Alhasil, saya langsung ditinggal begitu saja. Pak sopir tersebut tidak mengatakan apa-apa dan hanya tersenyum sambil tancap gas. Saya jadi melongo tuh, apa maksudnya kayak gitu? Sialan, akhirnya ya sudah lah semoga uang seribu saya bermanfaat buat pak sopirnya. Dan itu memberikan pelajaran buat saya untuk selalu mebawa uang seribu rupiah di dompet jika sewaktu-waktu saya tidak mempunyai uang  pas empat ribu rupiah, saya sudah punya senjata saya, uang seribu.
Yang ketiga adalah, menguras waktu, kenapa? Ongkos lin yang melonjak mengakibatkan penumpang mulai berhemat nih, jadi para pengguna lin semakin jarang lagi. Alhasil sopir lin bisanya menunggu lama sekali agar penumpangnya yah paling gak setengah penuh. Kalaupun gak menunggu penumpang sudah hampir bisa ditebak kawan, mereka menjalankan lin dengan kecepatan 02, alias supeeerrr lambat. Gak kebayang deh kalau harus buru-buru karena telat bangun tidur terus berangkat kerja, atau kuliah harus naik lin, pasti deh telat. Jadi kesimpulannya, naik lin sekarang ini gak bisa dibuat buru-buru, kita harus punya manajemen waktu yang pas agar sampai ke tempat tujuan tepat waktu.
Nah itu tadi, tentang lin dan ongkosnya. Semoga temen-temen yang kuliah nih bisa menyiasati juga yah kalau naik lin, buat mbak-mbak, mas-mas, ibu- ibu, bapak-bapak pengguna lin untuk berangkat kerja juga harus mempersiapkan yang diperlukan agar gak terlambat gara-gara naik lin yah.

Thursday, October 31, 2013
By: Nyit