Catatan Harian Seorang Aku

Kamis, 07 November 2013

Cinta Yang Lebih Dewasa



Tanggal 06 November 2013 adalah hari yudisium kelulusanku. Aku memang terlambat untuk lulus, seharusnya aku sudah lulus dari satu tahun yang lalu. Pada hari ini, hampir semua yudisi dari jurusanku adalah dari angkatanku. Hanya sedikit adik angkatan yang lulus tepat waktu. Aku akui mereka hebat!
Aku sebelumnya telah mengakui bahwa aku tertarik dengan seorang adik angkatan. Kebetulan kami kenal karena salah satu dosen pembimbing skripsi kami sama. Dia, laki-laki yang lumayan ganteng, tapi jujur aku tidak terlalu tahu sifat ataupun kepribadiannya. Hanya tertarik saja! Hari ini aku lulus bersama dengannya.
Umur kami sama, lahir pada tahun dan bulan yang sama. Aku tidak mencari tahu secara sembunyi-sembunyi tentang itu. Hanya saja, tiba-tiba aku mengetahuinya, entahlah. Apapun yang aku tulis seperti semakin terlihat kalau aku hanya mencari alasan saja. Yang jelas beberapa kali kami ngobrol di kampus dan hal itu berhasil membuat ku semakin memikirkannya.
Pada saat yudisium, entah bagaimana cara mengurutkan tempat duduk kami, tapi dia duduk di depanku, terpisah beberapa baris. Aku bersyukur. Melihat bagian belakang kepalanya yang habis di cukur dan kelihatan rapi itu membuat daun-daun dan kelopak bunga ini turun dari langit ku. Aku jatuh cintakah? Sebelumnya aku mengakuinya tapi hanya sebatas ketertarikan yang nantinya mungkin bisa terlupakan. Namun, daun dan kelopak bunga yang jatuh dari langit ku ini pertanda apa?
Saat para yudisi disilahkan berdiri untuk menyambut para anggota senat, aku bisa melihat punggungnya. Aku kalah jauh tinggi tentunya, badannya lebih kurus dari pacar ku dan kenapa hal-hal ini semakin membuat ku ingin melihatnya terus-menerus dari belakang? Mencuri-curi pandang begini. Ah, aku bisa gila kalau hal ini berlanjut terus.
Sebelumnya, dia menoleh dan tepat saat itu tidak terhalang oleh teman-teman yang duduk di antara kami, dan dia tersenyum lebar untuk menyapa ku. Ketika itu, aku merasa balasan senyum ku janggal, seperti salah tingkahnya orang jatuh cinta karena tiba-tiba pada saat itu aku jadi perpikir apakah senyum ku cukup bagus?, apakah senyum ku tidak aneh? Kenapa pertanyaan ini muncul di kepala ku jika aku hanya tertarik padanya?
Ketika melihatnya tersenyum, aku jadi tersadar bahwa ada jurang atau tembok pemisah yang membuat ku dan dia tidak bisa lebih dekat lagi dari saling tersenyum jarak jauh ini. Ada yang memaksa langkah ku untuk berhenti, seperti ketakutan untuk jatuh cinta lagi. Selain itu, aku berharap aku akan di dekatkan hanya dengan jodoh ku kelak. Setiap malam, aku selalu berdo’a jika ia bukan jodoh ku, aku ingin dijauhkan darinya sejauh yang aku butuhkan, sehingga perasaan ini tidak semakin berkembang menjadi pengharapan yang berlebihan kepadanya.

Sssttt... orang yang kita sukai sekarang, belum tentu yang terbaik bagi kita loh. Maka tidak perlu aneh2, salting, pacaran, segera bilang, dsbgnya. Karena sungguh, dengan bersabar, dengan menahan diri, justeru akan membawa kita ke seseorang yang lebih baik dan lebih pantas esok lusa.

The right person,
the right momen,
and the right way.

*Tere Liye

Nyit, 07 November 2013

Rabu, 06 November 2013

Surat untuk para Pahlawan Bangsa Indonesia

Pahlawan Indonesia
Rabu, 06 November, 2013 adalah hari ketika aku yudisium s-1 ku.

Hari ini pertama kalinya aku berbicara kepada para pahlawan yang terdahulu pada saat dikumandangkannya Hymne Mengheningkan Cipta.

Aku:               “Bapak dan Ibu para pahlawan, hari ini saya yudisium, artinya saya sudah lulus dari pendidikan saya. Saya bersyukur bisa mengenyam pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi. Mungkin pada jaman dahulu ketika Indonesia belum merdeka sangat susah untuk merasakan bangku sekolah pun bangku kuliah. Saya sangat besyukur sebagai rakyat Indonesia, sebagai rakyat biasa saya bisa dengan mudah belajar hingga jenjang perguruan tinggi. Tentu saja Bapak dan Ibu sekalian turut andil karena dengan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia berarti memperjuangkan hak yang sama untuk setiap rakyatnya. Begitu juga pendidikan, seluruh rakyat Indonesia berhak untuk berpendidikan setinggi-tingginya“
                        “Bapak dan Ibu para pahlawan, maaf jika putra bangsa ini telambat untuk lulus, maaf jika saya tidak berjuang sekeras, segigih, sekuat Bapak dan Ibu pahlawan sekalian. Maaf saya pernah berkali-kali menyiakan waktu, maaf jika saya bukan putra bangsa yang kalian harapkan dapat mengisi kemerdekaan ini. Namun, setelah ini saya berjanji (semoga tidak akan pernah mengingkarinya) saya akan berjuang berjuta kali lipat untuk berusaha mengabdi pada bangsa ini. Saya tidak bisa menjamin untuk mengentaskan semua permasalahan pendidikan, tapi saya akan berusaha untuk membantu mengurangi permasalahan tersebut.”
                        “Bapak dan Ibu pahlawan, saya mohon maaf jika sebagian besar hati saya menginginkan  untuk mengeruk kekayaan sebesar-besarnya. Saya ingin sekali menutup mata pada saudara-saudara saya yang menginginkan sekolah namun tidak mampu, saya hanya ingin menumpuk harta sebanyak-banyaknya. Tapi saya juga sadar bahwa saya belum melakukan apa-apa untuk bangsa ini. Saya sadar bahwa saya harus melakukan pengabdian pada bangsa yang telah memberikan saya tempat kelahiran, memberikan kebebasan untuk sekolah, memberikan kekayaan alamnya. Bukan untuk para petinggi Negara ini tapi untuk perjuangan kalian, cita-cita, dan harapan yang pernah kalian sematkan di hati dan pikiran kalian, tentang gambaran bangsa Indonesia di masa depan.”
                        “Apakah saya harus menceritakan bagaimana keadaan bangsa ini, bagaimana keadaan moral, dan keadaan para kaum yang berpendidikan? Namun, lebih baik kalian sematkan saja semngat perjuangn kalian di hati karena mungkin saja kalian akan menangis melihat keadaan bangsa ini sekarang. Lebih baik, Bapak dan Ibu para pahlawan beristirahatlah dengan tenang semoga kalian tenang di surga, bahagia di surga karena perjuangan kalian”
Nyit, 06 November 2013